Industri Tekstil Terpuruk: Pabrik Gulung Tikar, Investor Mundur

Aug 5, 2025 - 09:48
Aug 5, 2025 - 14:21
 0  4
Industri Tekstil Terpuruk: Pabrik Gulung Tikar, Investor Mundur

Jakarta – Kondisi industri tekstil dan benang filamen nasional semakin mengkhawatirkan. Dalam audiensi dengan Badan Kebijakan Perdagangan (BK) Kementerian Perdagangan, para pelaku usaha menyampaikan kegelisahan mereka atas kondisi industri yang kian merosot, terutama akibat keputusan pemerintah yang menolak penerapan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan maraknya masuknya produk impor ilegal dari Tiongkok.

Farhan Aqil, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), menyatakan bahwa para pengusaha saat ini tak lagi memikirkan keuntungan. Fokus utama mereka hanyalah bertahan hidup di tengah tekanan berat yang menerpa industri.

“Ini sudah melewati urusan bisnis semata. Banyak dari kami bukan lagi berperan sebagai pengusaha, tapi sebagai pejuang yang berusaha menjaga agar pabrik tetap beroperasi,” ungkap Farhan, Senin (4/8/2025).

Ia menjelaskan bahwa sejumlah pabrik mulai menutup aktivitas produksi secara perlahan tanpa pengumuman resmi. Tak hanya itu, kontrak kerja dibatalkan dan berbagai rencana investasi batal direalisasikan, membuat ribuan tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Farhan menyoroti bahwa kondisi ini seperti tak disadari oleh pemerintah.

Menurutnya, keputusan menolak BMAD menjadi pukulan berat yang menyebabkan banyak calon investor akhirnya mundur. Beberapa di antaranya bahkan sudah meninjau lokasi produksi sebelum akhirnya membatalkan rencana mereka karena menganggap tidak ada perlindungan terhadap iklim usaha yang sehat.

“Penolakan BMAD berdampak langsung terhadap batalnya investasi. Investor asing yang sebelumnya menunjukkan minat serius, langsung menarik diri begitu mengetahui tidak adanya pembatasan atas masuknya barang impor murah,” jelasnya.

Farhan juga menyayangkan, seharusnya penerapan BMAD bisa menjadi titik balik untuk memulihkan industri lokal. Bahkan, beberapa CEO perusahaan multinasional sempat meninjau langsung fasilitas produksi yang siap dioperasikan kembali. Namun, semuanya batal setelah kebijakan BMAD tak dijalankan.

Data APSyFI mencatat, lonjakan impor benang filamen dari 2017 hingga saat ini mencapai antara 70% hingga 300%, tergantung jenisnya. Hal ini memperlihatkan bagaimana industri tekstil nasional tengah menghadapi tekanan besar yang berpotensi menyebabkan deindustrialisasi.

“Banyak mesin produksi yang menganggur, kredit usaha bermasalah, dan minat generasi muda terhadap sektor manufaktur kian menurun. Mereka melihat masa depan industri ini tak lagi menjanjikan,” pungkas Farhan.

Ia berharap agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan berbasis riset komprehensif demi kelangsungan sektor tekstil dan bukan hanya mementingkan pihak tertentu.

What's Your Reaction?

Like Like 1
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0