Rupiah Menguat di Awal Pekan, Sentuh Rp16.378,5 per Dolar AS
Rupiah menguat ke Rp16.378,5 per dolar AS pada pembukaan awal pekan. Pasar mencermati ancaman tarif AS dan kontraksi PMI Indonesia yang dapat menekan rupiah lebih lanjut.

JAKARTA — Nilai tukar rupiah memulai perdagangan awal pekan dengan penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (4/8/2025). Mengacu data Bloomberg, rupiah tercatat menguat sebesar 0,81% atau naik 134,5 poin ke posisi Rp16.378,5 per dolar AS pada pembukaan pasar.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS mengalami penurunan 0,33% dan berada di level 98,81. Sejumlah mata uang utama Asia turut mencatatkan penguatan terhadap dolar AS. Di antaranya, dolar Singapura naik 0,17%, dolar Taiwan menguat 0,36%, dan won Korea Selatan bertambah 0,38%. Selain itu, peso Filipina menguat 1,07%, yuan China naik 0,12%, rupee India naik tipis 0,06%, baht Thailand menguat 0,15%, dan ringgit Malaysia meningkat 0,96%.
Sebagai catatan, pada akhir perdagangan Jumat lalu (1/8/2025), rupiah justru ditutup melemah sebesar 57 poin ke level Rp16.513 per dolar AS.
Menurut pengamat pasar valuta asing Ibrahim Assuaibi, pergerakan rupiah pada Senin ini diperkirakan akan fluktuatif, namun cenderung mengalami tekanan di kisaran Rp16.510 hingga Rp16.560 per dolar AS. Ia menyoroti sejumlah faktor eksternal dan domestik yang memengaruhi dinamika pasar.
Dari eksternal, pasar mencermati potensi sanksi ekonomi tambahan dari Amerika Serikat terhadap minyak asal Rusia. Pemerintah AS mengancam akan mengenakan bea masuk hingga 100% bagi negara-negara importir minyak Rusia seperti Tiongkok dan India, serta tarif 25% secara khusus terhadap India karena kedekatannya dengan Moskow.
Selain itu, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani kebijakan tarif perdagangan baru terhadap sejumlah negara mitra utama AS, dengan rentang tarif antara 10% hingga 50%. Di sisi lain, perhatian pelaku pasar juga terfokus pada laporan ketenagakerjaan AS serta data PMI sektor manufaktur negara tersebut.
Sementara dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari laporan aktivitas manufaktur Indonesia yang menunjukkan kontraksi. Menurut data S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 49,2 pada Juli 2025, di bawah level ekspansi 50.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjut Menguat ke 7.800, Saham BRIS, TOWR, dan EMTK Jadi Sorotan
What's Your Reaction?






